Selasa, 24 Juli 2012

The Politics is Letoy Brur !

Politik acapkali bersentuhan dengan kepentingan, sebab dalam politik ada pakem yang menyatakan bahwa "tidak ada kawan sejati, yang   ada hanya kepentingan". Saat membicarakan politik tidak jarang kita terseret dalam dimensi dimana akal sehat dan nurani kerap diabaikan demi kekuasaan. Sahabat yang bertahun-tahun membina hubungan dengan kita ketika berada di panggung politik dan kemudian memegang posisi strategis yang diidamkan banyak orang dapat saja menjadi orang yang sama sekali tidak mengenal kita, atau hanya menjadikan kita objek kepentingan politiknya.
Politik adalah topik menarik dan mampu merubah sejarah hidup seseorang ketika dia menjadikan politik sebagai media untuk merepresentasikan dirinya. Siapa saja dapat menjadi aktor politik tanpa memandang latar belakang dirinya. Politics  is the media to make the change of social status in society Pendek kata "politik" adalah "kekuasaan" dan kekuasaan berarti "otoritas", "kewenangan", "kesempatan", "kenyamanan", "fasilitas" dan "peluang" untuk menjadi kelompok masyarakat high class
Aktor politik di pentas politik tak ubahnya seperti badut sirkus, jumpalitan dan hanya menjadi lelucon atau bahan tertawaan masyarakat jika perannya tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Politikus selalu merasa dirinya penting dan menjadi masyarakat kelas satu dengan seabrek fasilitas yang melekat dengan status sosialnya. Politisi baik di pusat maupun di daerah tingkah polahnya "sama saja", sok jaim, merasa paling dibutuhkan, minta dilayani, minta prioritas, lebih mengedepankan hak dari pada kewajiban, sibuk berebut jabatan strategis, pelesiran ke luar negeri dengan fasilitas negara dan uang rakyat, sibuk berbagi komisi, melakukan tindak pidana korupsi dan banyak praktek lainnya yang membuat masyarakat semakin antipati dengan keberadaan "politisi katrok" semacam ini.
Ketika kita bertanya adakah politisi yang baik, jujur, merakyat, lebih mengedepankan urusan masyarakat ketimbang urusan pribadi dan partainya, jawabannya "ada" tapi jumlah mereka tidak banyak dan populasi mereka tidak dapat mewarnai institusi dimana mereka mengabdi.
"Indonesian will experience a crisis of national leadership if it is still sticking with the pattern and recruitment system as it is today". Jika demikian halnya, maka krisis kepemimpinan nasional dapat saja terjadi.  Ketika kita berkaca dengan sikap dan tingkah polah politisi kita maka pendapat tersebut patut dijadikan parameter untuk mempersiapkan kader-kader pemimpin bangsa terbaik dan punya komitmen yang jelas terhadap masa depan Republik ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar