Minggu, 10 Juni 2012

KORUPSI "AS OLD AS THE ORGANIZATIONS OF POWERS"


Mahatma Gandhi seorang tokoh spiritual dan negarawan India pernah mengungkapkan bahwa “ Bumi cukup untuk melayani keperluan manusia, tetapi tidak cukup untuk memenuhi kerakusan manusia ” Ungkapan Gandhi merupakan wujud keprihatinan  dia atas kebobrokan yang terjadi dinegaranya akibat korupsi.
Apabila pelacuran merupakan “the oldest profession”, maka penyalahgunaan kewenangan dan jabatan dalam bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan “ as old as the organization of powers “
Dalam konteks Indonesia apa yang dikemukakan di atas harusnya dapat dijadikan pelajaran dan membuat para penyelenggara negara bersikap lebih bijak dan berhati-hati dalam mengemban amanat yang telah diberikan jutaan rakyat Indonesia kepundak mereka.
Dalam penyelenggaraan negara, otoritas dan kekuasaan yang dimiliki anggota legislatif dan eksekutif kemudian menghadapkan pada dua pilihan yang secara substantif dapat dijadikan parameter moralitas mereka dalam melaksanakan tugas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Apabila sifat rakus sebagaimana dikemukakan Gandhi mendominasi maka yang akan mereka lakukan adalah dengan kekuasaan dan jabatan yang mereka miliki mereka berupaya untuk memperkaya diri pribadi sekalipun itu harus mengambil hak orang lain atau mengorbankan kepentingan rakyat banyak. Tetapi apabila sifat melayani lebih dominan maka dalam periode masa jabatan yang disandangnya yang dilakukan adalah berpikir, bertindak, berkorban, bersikap atas kepentingan rakyat banyak.
Dengan demikian, andai saja pendapatan Negara yang diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pinjaman luar negeri maupun dari hasil pajak tidak dikorup dikelola secara jujur dan bertanggung jawab serta dialokasikan untuk penyediaan fasilitas publik maka kondisi bangsa Indonesia harusnya menjadi lebih baik dari kondisi sekarang.
Jacob Van Klaveren dalam artikelnya “The Concept of Corruption“ mengungkapkan “orang yang korup akan menggunakan jabatannya untuk kepentingan bisnis dimana dia bisa memperoleh pendapatan sebanyak mungkin, lembaga tempat dia bekerja akan menjadi unit maksimisasi“ Konsepsi tersebut menunjukkan bahwa seorang koruptor akan selalu berupaya secara maksimal menggunakan jabatan dan kekuasaan yang dimiliknya untuk memperkaya diri pribadinya.
Kalau dulu seorang penyelenggara negara masih agak sungkan mempertontonkan kemewahan yang dimilikinya, sekarang paham materialisme justru menjadi bagian gaya hidup mereka. Akibatnya instant culture dan hedonism menjadi sesuatu yang mereka anggap lumrah.
Pendek kata korupsi di Indonesia telah memasuki tahap yang sangat kompleks dan melanda bukan hanya kalangan birokrat pemerintahan tetapi juga wakil rakyat yang duduk dilembaga legislatif. Korupsi sudah mensistem, mengakar bahkan sudah menjadi budaya. Bill Dalton dalam bukunya “Indonesia Hand Book” yang dilarang beredar di Indonesia mengatakan bahwa korupsi sudah merupakan cara hidup sehari-hari, hampir semua institusi, bahkan institusi yang bertugas menyelamatkan dan menghambat korupsi seperti BPK, Inspektorat Jendral (Irjen), Bawasprov dan Bawasda telah terkotori oleh praktek-praktek korupsi
Disinyalir 50% dari GNP (Gross National Product) tiap tahun lenyap akibat pungutan oleh lembaga-lembaga pemerintahan. Kemudian sekitar 30 % dana pembangunan baik yang dibiayai oleh APBN maupun bantuan luar negeri sirna oleh kegiatan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
Ketika otonomi daerah dicanangkan, masyarakat berharap bahwa pembangunan daerah dapat menjadi lebih pesat dan tingkat kesejahteraan mereka akan lebih meningkat, namun kenyataannya dibanyak daerah justru yang terjadi adalah otonomi korupsi yang luar biasa, dimana eksekutif dan legislatif di banyak daerah termasuk di salah satu Kabupaten di Kalimantan Timur, diduga bekerjasama melakukan mark up anggaran serta menyalahgunakan jabatan  untuk kepentingan pribadi atau golongan. Sehingga tidak heran baru beberapa tahun berjalan otonomi daerah sudah menuai kritik yang cukup tajam di masyarakat.
Otonomi daerah bagaimanapun harus terus dilaksanakan, walaupun sebenarnya ada beberapa catatan penting yang harus lebih diperhatikan dalam pelaksanaan otonomi daerah :
1.      Semangat untuk melaksanakan otonomi daerah dapat menjadi pemicu keberhasilan pembangunan di daerah, untuk itu para pejabat di daerah harus terhindar dari aktivitas penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki selain itu mereka juga harus terhindar dari praktek-praktek yang tidak terpuji dan bernuansa KKN.
2.      Pembangunan harus menyentuh kepentingan substantif sebagian besar rakyat di daerah, pemerintah tidak boleh seenaknya mengatasnamakan rakyat apabila proyek yang dibangun tersebut tidak bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat.
3.      Penetapan skala prioritas pembangunan di daerah harus memperhatikan azas keseimbangan antara pembangunan fisik dan non fisik.
4.      Di era otonomi daerah hal lain yang juga nampak adalah pembangunan atau penyediaan fasilitas bagi pejabat baik rumah jabatan, mobil dinas mewah atau pembangunan proyek multiyears justru menjadi lebih prioritas ketimbang penyediaan fasilitas publik. Ironis memang saat sang pejabat dengan gagahnya turun naik mobil mewah, masih banyak rakyat mengeluhkan jalan yang berdebu dan penuh lubang, begitu juga saat segelintir rakyat masih tidur beralaskan trotoar dan beratapkan langit sang pejabat seenaknya merehab, membongkar dan membangun rumah dinas dengan segenap fasilitasnya yang serba mewah. Ketika sebagian buruh berbulan-bulan tidak dibayar gajinya, anggota dewan malah sibuk mengkalkulasi berapa juta gaji yang layak buat mereka sebagai anggota dewan yang terhormat.
Itulah potret negeri ini, kesenjangan demi kesenjangan terus terjadi didepan mata tanpa kita dapat berbuat apa-apa.
Fenomena tersebut kemudian memberikan inspirasi bagi seorang Iwan Fals untuk menulis lagu yang berjudul “Bongkar” dimana sebagian lyrik lagu tersebut berbunyi sebagai berikut : “Kalau cinta sudah dibuang, jangan harap keadilan akan datang. Kesedihan hanya tontonan bagi mereka yang diperkuda jabatan. Sabar sabar sabar dan tunggu itu jawaban yang kami terima, ternyata kita harus kejalan robohkan setan yang berdiri mengangkang. Penindasan serta kesewenang-wenangan banyak lagi teramat banyak untuk disebutkan, hentikan hoi hentikan, jangan diteruskan, kami muak dengan ketidak pastian dan keserakahan
Iwan Fals mungkin benar, rakyat memiliki kesabaran terbatas untuk menunggu sebuah perubahan, semoga pemerintahan baru yang telah diberi mandat oleh rakyat bisa membuktikan apa yang pernah mereka janjikan selama masa kampanye, …………….Semoga !!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar